Secara hukum, pemerkosaan yang dilakukan terhadap anak di bawah umur dapat dijerat dengan Pasal 76 D dan Pasal 81 UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU Perlindungan Anak”) sebagaimana yang telah diubah oleh UU No 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU 35/2014”) dan diubah kedua kalinya dengan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 1 Th 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“Perpu 1/2016”) sebagaimana yang telah ditetapkan sebagai undang-undang dengan UU No 17 Th 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 76D UU 35/2014:
Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman
Kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
Hukuman dari perbuatan tersebut
diatur dalam Pasal 81 Perpu 1/2016 sebagai
berikut:
Pasal 81 Perpu
1/2016:
1.
Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima)
tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak
Rp 5 miliar.
2.
Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berlaku pula bagi setiap Orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat,
serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak melakukan persetubuhan dengannyaatau
dengan orang lain.
3.
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan
keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani
perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara
bersama-sama, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
4.
Selain terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), penambahan 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana juga dikenakan kepada
pelaku yang pernah dipidana karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 76D.
5.
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 76D menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang, mengakibatkan luka
berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi
reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pelaku dipidana mati, seumur
hidup, atau pidana penjara paling singkat 10 (sepuluh) tahun dan paling lama 20
(dua puluh) tahun.
6.
Selain dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), pelaku dapat dikenai pidana
tambahan berupa pengumuman identitas pelaku.
7.
Terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dan ayat (5) dapat dikenai tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan alat
pendeteksi elektronik.
8.
Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
diputuskan bersama-sama dengan pidana pokok dengan memuat jangka waktu
pelaksanaan tindakan.
9.
Pidana tambahan dan tindakan dikecualikan bagi
pelaku Anak.
Dalam kasus pemerkosaan anak yang peristiwa
pemerkosaan baru terungkap setelah korban berumur 19 tahun. Terkait dengan daluwarsa
pengajuan penuntutan, jika kita melihat pada ketentuan Pasal 78 ayat (1) butir 3 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), atas
tindakan tersebut tidak dapat dilakukan upaya penuntutan pidana. Pasal tersebut
berbunyi:
1.
Kewenangan menuntut pidana hapus karena daluwarsa:
a.
mengenai semua pelanggaran dan kejahatan yang
dilakukan dengan percetakan sesudah satu tahun;
b.
mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana
denda, pidana kurungan, atau pidana penjara paling lama tiga tahun, sesudah
enam tahun;
c.
mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana
penjara lebih dari tiga tahun, sesudah dua belas tahun;
d.
mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati
atau pidana penjara seumur hidup, sesudah delapan belas tahun.
2.
Bagi orang yang pada saat melakukan perbuatan
umurnya belum delapan belas tahun, masing-masing tenggang daluwarsa di atas
dikurangi menjadi sepertiga.
Oleh karena itu, atas tindakan
pemerkosaan anak yang diancam dengan pidana penjara paling lama 15 tahun, daluwarsa penuntutan pidananya adalah sesudah 12
(dua belas) tahun.
Dengan demikian, atas perhitungan
masa daluwarsa atas kejadian tersebut di mana korban pada waktu diperkosa
berusia 6 tahun, ditambahkan dengan masa daluwarsa 12 tahun maka 6 tahun + 12 tahun = 18 tahun. Jadi, masa
penuntutan hukum atas pelaku pemerkosaan terbatas hingga anak (korban) tersebut
berusia 18 tahun. Jika anak telah mencapai usia 19 tahun, maka upaya penuntutan
pidananya menjadi hapus atau tidak dapat dilakukan penuntutan.
Informasi selengkapnya mengenai
daluwarsa tindak pidana pemerkosaan silakan Anda simak artikel Proses
Hukum Kejahatan Perkosaan, Pencabulan, dan Perzinahan.
Pencemaran Nama Baik
Jika kemudian seseorang yang
dianggap pelaku ingin melaporkan pihak yang merasa menjadi korban dengan dasar
pencemaran nama baik dapat saja dilakukan. Pencemaran nama baik, sebagaimana
diatur dalam Pasal 310 KUHP yang
berbunyi:
a.
Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama
baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya
hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling
lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah.
b.
Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran
yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam
karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat
bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
c.
Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran
tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena
terpaksa untuk membela diri.
Melihat dari ketentuan tersebut di
atas, maka laporan atas pencemaran nama baik tersebut dapat dilakukan jika
orang yang dituduh merasa kehormatan atau nama baiknya diserang. Mengenai dapat
atau tidaknya dipidana hal tersebut tergantung pembuktian di pengadilan.
Demikian jawaban dari kami, semoga
bermanfaat.
Dasar
Hukum:
1.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
2.
Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan
diubah kedua kalinya dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak sebagaimana yang telah ditetapkan
sebagai undang-undang dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak Menjadi Undang-Undang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar