Senin, 27 Juli 2020

Unsur-Unsur Tindak Pidana

Buku II dan Buku III KUHP berisi tentang rumusan tindak pidana–tindak pidana tertentu. Tentang bagaimana cara pembentuk undang-undang dalam merumuskan tindak pidana itu pada kenyataannya memang tidak seragam.[1]

Dalam hal ini akan dilihat dari tiga dasar pembedaan cara dalam merumuskan tindak pidana dalam KUHP kita.

1.    Cara Pencantuman Unsur-unsur dan Kualifikasi Tindak Pidana

Dari sudut ini, maka dapat dilihat bahwa setidak-tidaknya ada tiga cara perumumusan, yaitu :

a.     dengan mencamtumkan semua unsur pokok, kualifikasi dan ancaman pidana;

b.    dengan mencamtumkan semua unsur pokok tanpa kualifikasi dan mencamtumkan ancaman pidana;

c.     sekadar mencamtumkan kualifikasinya saja tanpa unsur-unsur dan mencamtumkan ancaman pidana.

 

Tampak yang sebenarnya bahwa dari ketiga cara tersebut, ada tindak pidana yang dirumuskan tanpa menyebut unsur-unsur dan banyak yang tidak menyebut kualifikasi. Ancaman pidana selalu disebut dalam rumusan. Ancaman pidana dan kualifikasi memang bukan unsur tindak pidana. Kualifikasi dicantumkan sekadar untuk menggampangkan penyebutan terhadap pengertian tindak pidana yang dimaksudkan. Sementara itu, mengenai selalu dicantumkannya ancaman pidana dalam rumusan karena ancaman pidana ini merupakan ciri mutlak dari suatu larangan perbuatan sebagai tindak pidana dan yang membedakan dengan larangan perbuatan yang bukan tindak pidana atau diluar hukum pidana.

 

 

a.    Mencamtumkan Unsur Pokok, Kualifikasi dan Ancaman Pidana

Cara yang pertama ini merupakan cara yang paling sempurna. Cara ini digunakan terutama dalam hal merumuskan tindak pidana dalam bentuk pokok/standar, dengan mencamtumkan unsur-unsur objektif maupun unsur subjektif, misalnya Pasal 338 (pembunuhan), 362 (pencurian), 368 (pengancaman), 369 (pemerasan), 372 (penggelapan), 378 (penipuan), 406 (perusakan).

Dalam hal tindak pidana yang tidak masuk dalam kelompok bentuk standar di atas, juga ada tindak pidana lainnya yang dirumuskan secara sempurna demikian dengan kualifikasi tertentu. Misalnya pemberontakan (108).

Unsur pokok atau unsur esensial adalah unsur yang membentuk pengertian yuridis dari tindak pidana tertentu itu. Unsur-unsur ini dapat dirinci sejak jelas, dan untuk menyatakan seseorang bersalah melakukan tindak pidana tersebut dan menjatuhkan pidana, semua unsur itu harus dibuktikan dalam persidangan.

Dalam unsur pokok tindak pidana tersebut di atas terdapat unsur objektif maupun subjektif secara lengkap, contohnya Pasal 368 yang diberi kualifikasi pemerasan, terdapat unsur-unsur sebagai berikut.

1)    Unsur Objektif, terdiri :

a)  memaksa (tingkah laku);

b)  seseorang (yang dipaksa);

c)  dengan : (1) kekerasan

(2) ancaman kekerasan;

d) agar orang :   (1) menyerahkan benda.

                          (2) memberi utang;

                          (3) menghapuskan piutang.

2)    Unsur Subjektif, berupa :

e)  dengan maksud untuk menguntungkan :

(1)   diri sendiri, atau

(2)   orang lain.

f)  dengan melawan hukum

Kekerasan dan ancaman kekerasan adalah cara atau upaya dalam melakukan perbuatan memaksa. Sementara itu, (a) menyerahkan benda; (b) memberi utang; dan (c) menghapus piutang unsur akibat (akibat konstitutif) yang dituju perbuatan atau yang diinginkan petindak, yang harus terwujud untuk terjadinya pemerasan secara sempurna.

 

b.    Mencamtumkan Semua Unsur Pokok Tanpa Kualifikasi dan Mencamtumkan Ancaman Pidana

Cara inilah yang paling banyak digunakan dalam merumuskan tindak pidana dalam KUHP. Tindak pidana yang menyebutkan unsur-unsur pokok tanpa menyebut kualifikasi dalam praktik kadang-kadang terhadap suatu rumusan diberi kualifikasi tertentu, misalnya terhadap tindak pidana pada pasal 242 diberi kualifikasi sumpah palsu, stellionaat (385), penghasutan (160), laporan palsu (220), membuang anak (305), pembunuhan anak (341), penggelapan oleh pegawai negeri (415).



[1].  Adami Chazawi, 2014, Pelajaran Hukum Pidana bagian I, Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-teori Pemidanaan, dan Batas Berlakunya Hukum Pidana, PT. Raja Grafindo Persada, cetakan Ke-8, Jakarta,  halaman 115.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sesuatu baru bisa disebut Fakta

  JOSEPH RAZ Menyampaikan : Facts are everything that can be designated by what followa after “the fact that...’. Sesuatu baru bisa di...