Rabu, 29 Juli 2020

Hukum Melindungi Kebebasan Setiap Warga Negaranya

Kaidah pertama yang mesti tegak dalam masyarakat yang kebebasan menurut Hukum adalah.

Hukum melindungi kebebasan setiap warga negara.

The liberty of the citizen. Kebebasan warga negara sangat erat kaitannya dengan hak "hak asasi" atau human right, terutama dengan hak asasi yang paling fundamental, antara lain :
  • Kebebasan untuk bergerak atau berpindah atau "freedom of movement".
  • Kebebasan untuk berkumpul atau berorganisasi atau "freedom of assembly".
  • Kebebasan berbicara secara lisan atau tertulis atau "freedom of speech".
  • Kebebasan beragama dan beribadah atau "freedom of religion and worship".
  • Kebebasan berkontrak dalam bidang perdata atau "freedom of contract"
  • Kebebasan mencapai kesejahteraan dan kebahagian atau "freedom of welfare and pursuit of hapiness".



Senin, 27 Juli 2020

Unsur-Unsur Tindak Pidana

Buku II dan Buku III KUHP berisi tentang rumusan tindak pidana–tindak pidana tertentu. Tentang bagaimana cara pembentuk undang-undang dalam merumuskan tindak pidana itu pada kenyataannya memang tidak seragam.[1]

Dalam hal ini akan dilihat dari tiga dasar pembedaan cara dalam merumuskan tindak pidana dalam KUHP kita.

1.    Cara Pencantuman Unsur-unsur dan Kualifikasi Tindak Pidana

Dari sudut ini, maka dapat dilihat bahwa setidak-tidaknya ada tiga cara perumumusan, yaitu :

a.     dengan mencamtumkan semua unsur pokok, kualifikasi dan ancaman pidana;

b.    dengan mencamtumkan semua unsur pokok tanpa kualifikasi dan mencamtumkan ancaman pidana;

c.     sekadar mencamtumkan kualifikasinya saja tanpa unsur-unsur dan mencamtumkan ancaman pidana.

 

Tampak yang sebenarnya bahwa dari ketiga cara tersebut, ada tindak pidana yang dirumuskan tanpa menyebut unsur-unsur dan banyak yang tidak menyebut kualifikasi. Ancaman pidana selalu disebut dalam rumusan. Ancaman pidana dan kualifikasi memang bukan unsur tindak pidana. Kualifikasi dicantumkan sekadar untuk menggampangkan penyebutan terhadap pengertian tindak pidana yang dimaksudkan. Sementara itu, mengenai selalu dicantumkannya ancaman pidana dalam rumusan karena ancaman pidana ini merupakan ciri mutlak dari suatu larangan perbuatan sebagai tindak pidana dan yang membedakan dengan larangan perbuatan yang bukan tindak pidana atau diluar hukum pidana.

 

 

a.    Mencamtumkan Unsur Pokok, Kualifikasi dan Ancaman Pidana

Cara yang pertama ini merupakan cara yang paling sempurna. Cara ini digunakan terutama dalam hal merumuskan tindak pidana dalam bentuk pokok/standar, dengan mencamtumkan unsur-unsur objektif maupun unsur subjektif, misalnya Pasal 338 (pembunuhan), 362 (pencurian), 368 (pengancaman), 369 (pemerasan), 372 (penggelapan), 378 (penipuan), 406 (perusakan).

Dalam hal tindak pidana yang tidak masuk dalam kelompok bentuk standar di atas, juga ada tindak pidana lainnya yang dirumuskan secara sempurna demikian dengan kualifikasi tertentu. Misalnya pemberontakan (108).

Unsur pokok atau unsur esensial adalah unsur yang membentuk pengertian yuridis dari tindak pidana tertentu itu. Unsur-unsur ini dapat dirinci sejak jelas, dan untuk menyatakan seseorang bersalah melakukan tindak pidana tersebut dan menjatuhkan pidana, semua unsur itu harus dibuktikan dalam persidangan.

Dalam unsur pokok tindak pidana tersebut di atas terdapat unsur objektif maupun subjektif secara lengkap, contohnya Pasal 368 yang diberi kualifikasi pemerasan, terdapat unsur-unsur sebagai berikut.

1)    Unsur Objektif, terdiri :

a)  memaksa (tingkah laku);

b)  seseorang (yang dipaksa);

c)  dengan : (1) kekerasan

(2) ancaman kekerasan;

d) agar orang :   (1) menyerahkan benda.

                          (2) memberi utang;

                          (3) menghapuskan piutang.

2)    Unsur Subjektif, berupa :

e)  dengan maksud untuk menguntungkan :

(1)   diri sendiri, atau

(2)   orang lain.

f)  dengan melawan hukum

Kekerasan dan ancaman kekerasan adalah cara atau upaya dalam melakukan perbuatan memaksa. Sementara itu, (a) menyerahkan benda; (b) memberi utang; dan (c) menghapus piutang unsur akibat (akibat konstitutif) yang dituju perbuatan atau yang diinginkan petindak, yang harus terwujud untuk terjadinya pemerasan secara sempurna.

 

b.    Mencamtumkan Semua Unsur Pokok Tanpa Kualifikasi dan Mencamtumkan Ancaman Pidana

Cara inilah yang paling banyak digunakan dalam merumuskan tindak pidana dalam KUHP. Tindak pidana yang menyebutkan unsur-unsur pokok tanpa menyebut kualifikasi dalam praktik kadang-kadang terhadap suatu rumusan diberi kualifikasi tertentu, misalnya terhadap tindak pidana pada pasal 242 diberi kualifikasi sumpah palsu, stellionaat (385), penghasutan (160), laporan palsu (220), membuang anak (305), pembunuhan anak (341), penggelapan oleh pegawai negeri (415).



[1].  Adami Chazawi, 2014, Pelajaran Hukum Pidana bagian I, Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-teori Pemidanaan, dan Batas Berlakunya Hukum Pidana, PT. Raja Grafindo Persada, cetakan Ke-8, Jakarta,  halaman 115.


Bentuk-bentuk Tindak Pidana Korupsi

Menurut Adami Chazawi[1] bentuk-bentuk tindak pidana korupsi adalah tindak pidana yang berdiri sendiri dan dimuat dalam pasal-pasal UU No. 20/2001 (UU TPK), yaitu :

a.    Tindak pidana korupsi dengan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi dalam (Pasal 2).

b.    Tindak pidana korupsi dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, sarana jabtan, atau kedudukan dalam (Pasal 3).

c.    Tindak pidana korupsi penyuapan dengan memberikan atau menjanjikan sesuatu dalam (Pasal 5).

d.    Tindak pidana korupsi penyuapan pada Hakim dan Advokad dalam (Pasal 6).

e.    Korupsi dalam hal membuat bangunan dan menjual bahan bangunan dan korupsi dalam hal menyerahkan alat keperluan TNI dan KNRI (Pasal 7).

f.     Korupsi Pegawai Negeri menggelapkan uang dan surat berharga dalam (Pasal 9).

g.    Tindak pidana korupsi Pegawai Negeri memalsu buku-buku dan daftar-daftar dalam (Pasal 9).

h.    Tindak pidana korupsi Pegawai Negeri merumuskan barang, akta, surat atau daftar dalam (Pasal 10).

i.     Tindak pidana korupsi menerima hadiah atau janji yang berhubungan dengan kewenangan jabatan dalam (Pasal 11).

j.     Korupsi pegawai Negeri atau penyelenggara Negara atau Hakim dan Advokad menerima hadiah atau janji; Pegawai Negeri memaksa membayar, memotong pembayaran, meminta pekerjaan; menggunakan tanah Negara; dan turut serta dalam pemborongan (Pasal 12)

k.    Tindak pidana korupsi pegawai Negeri menerima Gratifikasi (Pasal 12 B jo 12 C)

l.     Korupsi penyuapan pada pegawai Negeri dengan mengingat kekuasaan jabatan (Pasal 13)

m.   Tindak pidana yang berhubungan dengan hukum acara pemberantasan korupsi (Pasal 21, Pasal 22, Pasal 24 jo 31)

n.    Tindak pidana pelanggaran terhadap Pasal 220, 231, 421, 422, 429, dan 430 KUHP dalam perkara korupsi (Pasal 23)



[1].  Adami Chazawi, Hukum Pidana Korupsi di Indonesia, Edisi Revisi, Cetakan ke-2 Februari 2017, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, hlm 25


Sesuatu baru bisa disebut Fakta

  JOSEPH RAZ Menyampaikan : Facts are everything that can be designated by what followa after “the fact that...’. Sesuatu baru bisa di...